Liputan-Madura. Penderitaan fisik dan psikis sudah dirasakan selama bertahun-tahun oleh Masriah (35). Namun, ia berusaha tabah sebagai istri ke-4 Zainuddin (55), demi satu-satunya anak hasil perkawinan mereka. Tapi, kemarin kesabaran Masriah sudah mencapai batas.
Andai Masriah tak melayat saudaranya di kampung halamannya pada Minggu (20/2/2011) lalu, mungkin saja kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya tak akan masuk ke ranah hukum.
Pada hari itu, Masriah tiba di Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep, untuk takziah ke salah-satu anggota keluarganya yang baru saja meninggal dunia. Meski berkerudung, lebam-lebam pada wajah dan matanya tampak jelas saat ia berkumpul dengan sanak saudaranya.
Melihat itu, seorang saudaranya bertanya ada apa. Sebab, tak mungkin hanya karena tangisan duka akibat meninggalnya saudara, mata Masriah lebam menghitam seperti itu. Akhirnya, Masriah bicara apa adanya. Dia bahkan menunjukkan pula memar-memar di kepala dan punggungnya.
Ia mengatakan, dua hari sebelum takziah itu dirinya dihajar oleh Zainuddin dari pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Penyebabnya ternyata sepele. “Saya menyuguhkan sarapan pagi ke suami, tetapi lupa menyediakan air minum,” tutur Masriah, Selasa (22/2/2011) kemarin.
Akibat kelupaan itu, Zainuddin memanggil dan memarahi habis-habisan Masriah. Ia dituding sudah tidak setia dan tidak ikhlas dalam melayani keperluan suaminya.
Saat itu juga, Masriah mengaku salah dan minta maaf. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. “Namun ketika saya mengakui salah dan minta maaf, suami langsung membentak dan mendorong tubuh saya hingga terjerembab,” katanya.
Tatkala Masriah berusaha bangkit untuk bersimpuh memohon ampun kembali, suaminya justru tambah emosional. Zainuddin menjambak rambutnya, memukul lagi wajahnya dan kembali menendang sampai Masriah terjungkal.
Tidak kuat menahan sakit, Masriah menangis sehingga mengundang kedatangan anaknya, berikut istri pertama dan ketiga Zainuddin. Tapi, walau anaknya menangis dan istri-istri yang lain berusaha melerai, Zainuddin tidak memedulikan. Malah mereka diancam agar tidak ikut campur.
Beberapa tetangga yang mendengar ribut-ribut juga hanya bisa melongo sambil melihat dari luar. Mereka tidak berani masuk ke rumah Zainuddin karena pria itu memegang sebilah pisau yang ditodongkan ke leher Masriah.
“Hari itu saya masih ingat, sepanjang hari hingga malam saya mendapat siksaan. Saya sudah tidak kuat lagi hidup serumah dengan suami penyiksa istri. Saya mohon kepada pak polisi agar suami saya ditangkap dan ditahan,” kata Masriah saat melapor ke markas Polres Pamekasan.
Masriah melaporkan tindakan suaminya itu didampingi Abdullah, Kepala Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep. Keluarga besar Masriah juga memberi dukungan penuh bagi pengusutan KDRT itu.
Sejak dinikahi Zainuddin, Masriah tinggal bersama suaminya itu di Desa Batubintang, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan.
Dari penuturan Masriah lebih lanjut, cara suaminya memperlakukan istrinya ternyata nyeleneh dan mirip praktik perbudakan. Misalnya, setiap Masriah ke luar rumah, baik pergi ke pengajian, ke toko, pasar atau ke rumah tetangga, dirinya diwajibkan mencium tangan dan menyembah Zainuddin lebih dulu, seperti prajurit menyembah raja.
Kewajiban menyembah itu hanya tidak berlaku jika Masriah pergi ke kamar mandi. “Suami saya itu ingin diperlakukan bagai seorang raja,” paparnya.
Jika ia lupa melakukan “tata cara” yang diterapkan suaminya itu, maka tamparan dan hajaran, termasuk dengan kayu, akan diterima Masriah. “Tidak peduli ada istri-istri yang lain dan dilihat banyak orang, suami saya tetap marah dan memukul saya. Jika tidak kasihan pada anak, dari dulu saya sudah minta cerai,” ungkap Masriah yang memiliki anak berusia 8 tahun dari pernikahannya pada tahun 2000 dengan Zainuddin. “Saya sudah tidak tahan, makanya saya melapor,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Reskrim Polres Pamekasan, AKP Nuramin, mengatakan, ia sudah meminta keterangan Masriah. Pihaknya masih akan menyelidiki kasus ini, termasuk memanggil beberapa saksi.
Jika kasus penyiksaan ini terbukti, polisi akan menjerat Zainudin Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 84 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. “Ancaman hukumannya 5 tahun penjara,” kata Nuramin.
sumber: kompas
Andai Masriah tak melayat saudaranya di kampung halamannya pada Minggu (20/2/2011) lalu, mungkin saja kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya tak akan masuk ke ranah hukum.
Pada hari itu, Masriah tiba di Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep, untuk takziah ke salah-satu anggota keluarganya yang baru saja meninggal dunia. Meski berkerudung, lebam-lebam pada wajah dan matanya tampak jelas saat ia berkumpul dengan sanak saudaranya.
Melihat itu, seorang saudaranya bertanya ada apa. Sebab, tak mungkin hanya karena tangisan duka akibat meninggalnya saudara, mata Masriah lebam menghitam seperti itu. Akhirnya, Masriah bicara apa adanya. Dia bahkan menunjukkan pula memar-memar di kepala dan punggungnya.
Ia mengatakan, dua hari sebelum takziah itu dirinya dihajar oleh Zainuddin dari pukul 7 pagi hingga pukul 7 malam. Penyebabnya ternyata sepele. “Saya menyuguhkan sarapan pagi ke suami, tetapi lupa menyediakan air minum,” tutur Masriah, Selasa (22/2/2011) kemarin.
Akibat kelupaan itu, Zainuddin memanggil dan memarahi habis-habisan Masriah. Ia dituding sudah tidak setia dan tidak ikhlas dalam melayani keperluan suaminya.
Saat itu juga, Masriah mengaku salah dan minta maaf. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. “Namun ketika saya mengakui salah dan minta maaf, suami langsung membentak dan mendorong tubuh saya hingga terjerembab,” katanya.
Tatkala Masriah berusaha bangkit untuk bersimpuh memohon ampun kembali, suaminya justru tambah emosional. Zainuddin menjambak rambutnya, memukul lagi wajahnya dan kembali menendang sampai Masriah terjungkal.
Tidak kuat menahan sakit, Masriah menangis sehingga mengundang kedatangan anaknya, berikut istri pertama dan ketiga Zainuddin. Tapi, walau anaknya menangis dan istri-istri yang lain berusaha melerai, Zainuddin tidak memedulikan. Malah mereka diancam agar tidak ikut campur.
Beberapa tetangga yang mendengar ribut-ribut juga hanya bisa melongo sambil melihat dari luar. Mereka tidak berani masuk ke rumah Zainuddin karena pria itu memegang sebilah pisau yang ditodongkan ke leher Masriah.
“Hari itu saya masih ingat, sepanjang hari hingga malam saya mendapat siksaan. Saya sudah tidak kuat lagi hidup serumah dengan suami penyiksa istri. Saya mohon kepada pak polisi agar suami saya ditangkap dan ditahan,” kata Masriah saat melapor ke markas Polres Pamekasan.
Masriah melaporkan tindakan suaminya itu didampingi Abdullah, Kepala Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Sumenep. Keluarga besar Masriah juga memberi dukungan penuh bagi pengusutan KDRT itu.
Sejak dinikahi Zainuddin, Masriah tinggal bersama suaminya itu di Desa Batubintang, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan.
Dari penuturan Masriah lebih lanjut, cara suaminya memperlakukan istrinya ternyata nyeleneh dan mirip praktik perbudakan. Misalnya, setiap Masriah ke luar rumah, baik pergi ke pengajian, ke toko, pasar atau ke rumah tetangga, dirinya diwajibkan mencium tangan dan menyembah Zainuddin lebih dulu, seperti prajurit menyembah raja.
Kewajiban menyembah itu hanya tidak berlaku jika Masriah pergi ke kamar mandi. “Suami saya itu ingin diperlakukan bagai seorang raja,” paparnya.
Jika ia lupa melakukan “tata cara” yang diterapkan suaminya itu, maka tamparan dan hajaran, termasuk dengan kayu, akan diterima Masriah. “Tidak peduli ada istri-istri yang lain dan dilihat banyak orang, suami saya tetap marah dan memukul saya. Jika tidak kasihan pada anak, dari dulu saya sudah minta cerai,” ungkap Masriah yang memiliki anak berusia 8 tahun dari pernikahannya pada tahun 2000 dengan Zainuddin. “Saya sudah tidak tahan, makanya saya melapor,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Reskrim Polres Pamekasan, AKP Nuramin, mengatakan, ia sudah meminta keterangan Masriah. Pihaknya masih akan menyelidiki kasus ini, termasuk memanggil beberapa saksi.
Jika kasus penyiksaan ini terbukti, polisi akan menjerat Zainudin Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 84 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. “Ancaman hukumannya 5 tahun penjara,” kata Nuramin.
sumber: kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar