TEMPO Interaktif, BANGKALAN - Meski memiliki nilai sejarah yang penting, Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, belum menetapkan bekas kediaman Pangeran Sasraningrat di Desa Saksak Tengah, Kecamatan Kraton sebagai salah satu bangunan cagar budaya daerah.
"Situs itu masih diteliti BP3 Trowulan apakah masuk kategori cagar budaya atau tidak," kata Sekertaris Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Bangkalan Hosin Jamili kepada Tempo, Sabtu (5/2).
Tahun ini, Disporabudpar Bangkalan akan mendaftarkan 16 situs bersejarah ke BP3 Trowulan agar ditetapkan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi. Namun dari 16 situs tersebut tidak termasuk bekas kediaman Pangeran Sasraningrat. "Didaftarkan atau tidak rumah itu tergantung hasil kajian tim arkeolog BP3," ujar Hosin.
Akibat lambannya penetapan sebagai cagar budaya, bangunan bersejarah tersebut dikabarkan telah beralih menjadi hak milik warga bernama Hamseh Wongi dan telah dikapling untuk diperjualbelikan. Namun, Tempo belum berhasil mengkonfirmasi kebenaran info tersebut kepada Hamseh Wongi.
Peralihan status rumah dan tanah seluas satu hektare itu dibenarkan Kepala Seksi Museum Purbakala Disporabudpar Bangkalan Didik Wahyudi. Dia mengatakan sertifikat atas nama Hamseh Wongi baru dikeluarkan 2010 lalu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Menurut Didik, peralihan status benda cagar budaya menjadi hak milik perorangan tidak perlu dipermasalahkan selama keluarnya sertifikat itu sesuai prosedur yang sah.
Hal itu, lanjut dia, didukung dengan Undang-undang cagar budaya yang baru nomor 11 tahun 2010 pasal 50 yang memperbolehkan benda cagar budaya dimiliki perorangan dengan syarat tidak dirusak atau diperjualbelikan.
"Kalau Hamseh akan atau telah menjual tanah bekas rumah Pangeran Sasraningrat, itu yang keliru karena melanggar undang-undang," paparnya.
Didik menilai, dilihat dari riwayat dan penghuni awal rumah tersebut layak dimasukkan sebagai cagar budaya.
Pangeran Sasraningrat pernah menjabat sebagai penasehat Raja Cakra Adiningrat ke V di Kraton Bangkalan pada pertengahan abad ke XVIII.
Dari pantauan Tempo, bangunan tersebut dalam kondisi rusak. Sebagian atap gentingnya tampak ambrol.
Sejak zaman kemerdekaan, rumah tersebut dijadikan asrama anggota TNI dan kemudian asrama Polri. Kini ada tujuh anggota kepolisian yang mendiami rumah tersebut, lima masih aktif dan dua lainnya sudah pensiun. MUSTHOFA BISRI.
"Situs itu masih diteliti BP3 Trowulan apakah masuk kategori cagar budaya atau tidak," kata Sekertaris Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Bangkalan Hosin Jamili kepada Tempo, Sabtu (5/2).
Tahun ini, Disporabudpar Bangkalan akan mendaftarkan 16 situs bersejarah ke BP3 Trowulan agar ditetapkan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi. Namun dari 16 situs tersebut tidak termasuk bekas kediaman Pangeran Sasraningrat. "Didaftarkan atau tidak rumah itu tergantung hasil kajian tim arkeolog BP3," ujar Hosin.
Akibat lambannya penetapan sebagai cagar budaya, bangunan bersejarah tersebut dikabarkan telah beralih menjadi hak milik warga bernama Hamseh Wongi dan telah dikapling untuk diperjualbelikan. Namun, Tempo belum berhasil mengkonfirmasi kebenaran info tersebut kepada Hamseh Wongi.
Peralihan status rumah dan tanah seluas satu hektare itu dibenarkan Kepala Seksi Museum Purbakala Disporabudpar Bangkalan Didik Wahyudi. Dia mengatakan sertifikat atas nama Hamseh Wongi baru dikeluarkan 2010 lalu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Menurut Didik, peralihan status benda cagar budaya menjadi hak milik perorangan tidak perlu dipermasalahkan selama keluarnya sertifikat itu sesuai prosedur yang sah.
Hal itu, lanjut dia, didukung dengan Undang-undang cagar budaya yang baru nomor 11 tahun 2010 pasal 50 yang memperbolehkan benda cagar budaya dimiliki perorangan dengan syarat tidak dirusak atau diperjualbelikan.
"Kalau Hamseh akan atau telah menjual tanah bekas rumah Pangeran Sasraningrat, itu yang keliru karena melanggar undang-undang," paparnya.
Didik menilai, dilihat dari riwayat dan penghuni awal rumah tersebut layak dimasukkan sebagai cagar budaya.
Pangeran Sasraningrat pernah menjabat sebagai penasehat Raja Cakra Adiningrat ke V di Kraton Bangkalan pada pertengahan abad ke XVIII.
Dari pantauan Tempo, bangunan tersebut dalam kondisi rusak. Sebagian atap gentingnya tampak ambrol.
Sejak zaman kemerdekaan, rumah tersebut dijadikan asrama anggota TNI dan kemudian asrama Polri. Kini ada tujuh anggota kepolisian yang mendiami rumah tersebut, lima masih aktif dan dua lainnya sudah pensiun. MUSTHOFA BISRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar