Rabu, 09 Februari 2011

Anak Alami Hydrocephalus, Bapak Berubah Jadi Gila

Pamekasan - Potret kemiskinan tergambar lekat di keluarga pasutri Satar (30) dan Ulfa (27). Lilitan kemiskinan membuat Satar mengalami gangguan jiwa apalagi tak mampu mengobati Hanimah (13), anak keduanya, yang mengalami hydrocephalus dan meningokel.

Pria yang hanya menjadi buruh tani tak bisa berbuat apa-apa saat melihat kepala Hanimah makin membesar sejak berusia 7 bulan. Saat Hanimah berusia 2 tahun, batok kepalanya makin membesar dengan diameter 35 cm.

Perasaan Satar makin kalut setelah hidung Hanimah muncul benjolan yang juga cenderung membesar. Secara medis, benjolan diatas hidung Hanimah disebut meningokel.

Dalam kekalutannya itulah, Satar mencemburui istrinya. Saat Hanimah berumur 5 tahun, Ulfa bekerja di sebuah toko kelontong di desanya untuk memperoleh uang tambahan bagi keluarganya.

"Sejak Ulfa bekerja di toko kelontong itulah, Satar sangat mencemburui istrinya karena terlihat dekat dengan suami pemilik toko," jelas Busro, mertua Satar yang ditemui di rumahnya di Dusun Temor Desa Toket.

Padahal kedekatan Ulfa dengan pemilik toko hanyalah kedekatan antara juragan dan pekerjanya. Tak ada hubungan istimewa seperti pasangan kekasih. Namun, kecemburuan Satar makin menjadi-jadi dan berakibat fatal.

"Satar berubah seperti orang linglung. Satar sering menyendiri dan menangis. Tak lama kemudian Satar tertawa lalu berubah beringas dan mengamuk pada orang di sekitarnya," urai Buser.

Melihat jiwa suaminya terganggu dan berubah gila, akhirnya Ulfa memilih pergi ke Kota Malang. Ulfa diajak temannya untuk bekerja di sebuah minimarket di Kota Malang. Ulfa menitipkan kedua anaknya kepada Buser.

Saban bulan, Ulfa mengirimkan uang untuk biaya makan sehari-hari bagi kedua anaknya. Tapi, uang kiriman itu tetap tak bisa membiayai anaknya yang hydrosephalus dan meningitis.

Tanggungan Buser makin berat. Selain harus merawat cucunya yang hydrosephalus dan meningitis, Buser terpaksa merawat menantunya yang berubah gila itu. Bersama Suurairah (46), istrinya, Buser dengan sabar merawat cucu dan menantunya yang gila.

"Saya ini miskin pak. Penghasilan tak menentu tapi harus menanggung cucu dan menantu yang sakit gila. Semoga saja saya tetap sehat, biar bisa merawat mereka," kata Buser menggantung.

Buser yang rambutnya telah memutih itu menolak seandainya cucu dan menantunya dibantu pemerintah dan dibawa ke rumah sakit. Buser lebih memilih merawat cucu dan menantunya di kampungnya.

"Jika pemerintah membantu pengobatan rumah sakit, saya tetap akan menolaknya. Sebab, biaya hidup selama menjaga di rumah sakit tidak ada yang menanggung. Kecuali pemerintah membantu seluruh biaya hidup keluarga yang berjaga di rumah sakit," tegasnya. (fat/fat)

sumber: detiksurabaya

Tidak ada komentar: