Sabtu, 07 Mei 2011

Pengentasan Kemiskinan

Definisi

A. Isu Strategis

Pada tahun 2005 terdapat 22,51% penduduk miskin di Jawa Timur, kemudian menurun menjadi 19,89% pada 2006. Prosentase penduduk miskin menunjukkan kecenderungan terus menurun menjadi 18,89% dan pada 2008 kembali menurun menjadi 18,51%. Kondisi Kemiskinan Jawa Timur pada Tahun 2009 menunjukkan angka jumlah Penduduk Miskin sebesar 6.022.590 jiwa, Rumah Tangga Miskin sebesar 3.079.822 RTM, terdiri dari Sangat Miskin sebesar 493.004 RTM, Miskin sebesar 1.256.122 RTM, Mendekati Miskin sebesar 1.330.696 RTM. Angka kemiskinan ini merupakan titik awal (titik nol) pelaksanaan program Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Timur Tahun 2009 – 2014.

Faktor-faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kemiskinan disebabkan antara lain:

1. Fungsi dan efektifitas kinerja kelembagaan masyarakat yang lemah dan sumberdaya manusia masyarakat miskin yang rendah, menjadi pemicu dalam pendayagunaan potensi sumberdaya lokal untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan.

Guna percepatan penanganan kemiskinan maka perlu dilakukan upaya pendirian masyarakat melalui penguatan kelembagaan masyarakat da peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hal ini didasarkan pada (i) kelembagaan masyarakat merupakan sebuah wadah pembelajaran yang efektif untuk menggerakkan dan membangun partisipasi masyarakat dan kerjasama, (ii) Sumberdaya manusia merupakan satu-satunya aset yang dimiliki masyarakat miskin yang dapat ditingkatkan dan didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan ketrampilan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, diharapkan masyarakat miskin yang menjadi sasaran prograsm penanganan kemiskinan dapat membentuk dan merubah perilakunya untuk mencapai taraf hidup trsebut, baik dalam dimensi sektoral yakni dalam seluruh aspek/sektor-sektor kehidupan manusia; dimensi kemasyarakatan yang meliputi jangkauan kesejahteraan dari materiil hongga non materiil; dimensi waktu dan kualitas yakni jangka pendek hingga jangka panjang dan peningkatan kemampuan dan kualitas untuk pelayanannya, serta dimensi sasaran yakni dapat menjangkau dari seluruh strata masyarakat.

2. Belum termanfaatkannya potensi Sumber Daya Alam secara oktimal sesuai dengan karakteristik tipologi Desa/Kelurahan, guna mendukung percepatan pengurangan angka kemiskinan dan kemandirian masyarakat pemanfaat potensi Sumber Daya Alam. Untuk mencukupi kebutuhan dasar penduduk miskin di pedesaan perlu di kembangkan dengan baik karena dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama yang berkaitan dengan optimalisasi pemanfaatan sumber mata air dan penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin.

3. Belum dimanfaatkan secara optimal berbagai macam dan jenis alat Teknologi Tepat Guna untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi, terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) di pedesaan. Pengenalan/sosialisasi penggunaan Teknologi Tepat Guna ini perlu ditingkatkan untuk menumbuhkan minat masyarakat pedesaan terhadap penggunaan Teknologi Tepat Guna tersebut.

4. Belum optimalnya fungsi da peran Unit Pengelola Keuangan dan Usaha (UPKu) sebagai Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, sehingga masyarakat masih banyak menggunakan jasa rentenir.

masih lemahnya Kapasitas Lembaga Sosial Ekonomi sebagai wadah pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat miskin. Keberadaan lembaga sosila lokal semacam LKMD/K, RT-RW, PKK, Karang Taruna dan Lembaga Ekonomi semacam UPK, UED-SP, BUMDes dan lainnya terbukti efektif sebagai instrumen kelembagaan bagi pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

5. Dan faktor lain adalah rendahnya pendayagunaan nilai-nilai sosial budaya dan modal sosial lokal dalam mendukung pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Nilai sosial dan kultural yang pada dasarnya merupakan aset pokok yang dimiliki komunitas (heritage) serta menjadi sumber kearifan lokal bagi orang miskin untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Penguatan dan penyagunaan modal sosial dan nilai-nilai budaya lokal yang ada di masing-masing daerah akan menjadi pendorong (triger) bagi komunitas wong cilik untuk memberdayakan diri berbasis pada nilai-nilai sosial yang mereka yakini serta modal sosial lokal yang mereka miliki.

Belum teratasinya masalah kemiskinan mendorong pentingnya langkah-langkah konkrit dan mendasar yang segera dilaksanakan guna mencegah peningkatan jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu. Dalam hal ini diperlukan suatu strategi penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan terpadu dengan meletakkan kemiskinan sebagai masalah multidimensi. Kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan masyarakat untuk menjadi miskin, dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh Pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan sektoral yang terpusat, seragam dan berjangka pendek. Penanggulangan kemiskinan harus menjadi prioritas utama pembangunan sesuai dengan prinsip keadilan dalam sistem ekonomi kerakyatan dan merupakan komitmen yag harus dilakukan secara sistematik, lintas sektoral, lintas pelaku, terpadu dan berkelanjutan terutama dengan memeransertakan orang miskin itu sendiri secara partisipatoris.

Analisis

Sebagaimana diketahui bahwa dinamika perkembangan lingkungan merupakan uraian mengenai apa yang terjadi dalam lingkungan organisasi yang dapat memberikan pengaruh terhadap rencana strategis. Secara terstruktur lingkungan strategis Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur terdiri atas lingkungan internal dan lingkungan eksternal, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Lingkungan Internal

Lingkungan internal terdiri atas dua faktor strategis yang secara keseluruhan dapat dikelola oleh manajemen Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur, terdiri atas faktor kekuatan dan faktor kelemahan organisasi.

Faktor Kekuatan Organisasi

(1) Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur sebagai perangkat daerah yang membantu Gubernur dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Daerah yang bersifat spesifik yaitu di bidang pemberdayaan masyarakat, sesuai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 104 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Sekretariat, Bidang, Sub Bagian dan Sub Bidang Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

(2) Sumberdaya aparatur Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur, siap untuk mendukung pengelolaan program pemberdayaan masyarakat dalam mempercepat tercapainya kemandirian dan keswadayaan masyarakat.

(3) Sarana, prasarana dan anggaran yang mendukung pelaksanaan tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

(4) Mantapnya koordinasi fungsional Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur dengan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa serta Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota maupun instansi terkait lainnya.

2. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal terdiri atas dua faktor strategis yang karena berada pada lingkungan organisasi maka tidak dapat dikelola secara langsung oleh manajeman Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur, namun dapat mempengaruhi upaya peningkatan kinerja organisasi. Dua faktor strategis dari lingkungan eksternal organisasi adalah faktor peluang organisasi dan ancaman atau tantangan organisasi.

Faktor Peluang Organisasi

(1) Meningkatnya kepercayaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan masyarakat.

(2) Perubahan paradigma pengentasan kemiskinan yang menitik beratkan pada pengembangan/pemberdayaan potensi masyarakat (komunitas).

(3) Partisipasi perguruan tinggi dan LSM dalam rangka pengembangan kebijakan, fasilitasi, pendampingan, monitoring, evaluasi maupun bantuan teknis lainnya(technical assistance) bagi kelompok masyarakat miskin.

(4) Menguatnya fungsi dan peran kelembagaan lokal sebagai agen efektif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Permasalahan

Faktor Kelemahan Organisasi

(1) Belum optimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

(2) Masih lemahnya aspek pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program/kegiatan guna mengetahui outcome program/kegiatan tersebut.

(3) Masih lemahnya kemampuan mengintegrasikan Sistem Informasi dan data base di Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

(4) Belum optimalnya pelaksanaan Standart Pelayanan Publik (SPP) dan Standart Operasional Prosedur (SOP) di Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

Faktor Tantangan Organisasi

(1) Masih tingginya angka kemiskinan dan masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur.

(2) Masih rendahnya Penguatan Kapasitas lembaga sosial ekonomi sebagai wadah pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat miskin.

(3) Rendahnya pendayagunaan nilai-nilai sosial budaya dan modal sosial lokal dalam mendukung pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

(4) Kesenjangan antar kabupaten/kota dalam memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Solusi dan Upaya Tindak Lanjut

Faktor Kunci Keberhasilan merupakan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari kondisi internal dan eksternal yang berkembang dan timbul dikemudian hari berpengaruh terhadap eksistensi Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur adalah :


1. Peningkatan kinerja pelayanan, untuk mewujudkan hal tersebut Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur melaksanakan peningkatan pelayanan melalui Penguatan fungsi dan peran kelembagaan lokal sebagai agen efektif dalam kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat miskin. Penguatan peran dan fungsi kelembagaan lokal didukung dengan penyediaan mekanisme pengelolaan kegiatan yang sederhana demi menjamin terwujudnya pola pengelolaan program secara jelas, bertahap dan berkelanjutan. Kelembagaan lokal yang dikembangkan harus mampu menampung seluruh program-program penanggulangan kemiskinan yang ada dan menjamin keberlanjutan program.

2. Peningkatan profesionalisme aparat, untuk mewujudkan hal tersebut mengharuskan aparat Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur lebih professional dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

3. Peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan, untuk mewujudkan hal tersebut Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur mengembangkan Sistem Informasi Jaringan Informasi Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan secara Terpadu, sehingga mampu mengintegrasikan semua data yang dibutuhkan dalam penanggulangan kemiskinan dan pengelolaan pemberdayaan masyarakat.

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur

Tidak ada komentar: