Selasa, 12 April 2011

Kondisi Balita Tanpa Anus Memprihatinkan

Liputan-Madura (Pamekasan) - Tanpa selembar alas, Ach. Fahmi, balita berusia 10 bulan itu tergeletak di balai bambu rumahnya di Dusun Glugur, Desa Kodik, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan. Rambutnya cepak. Matanya sesekali terbuka. Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu, menahan derita sakit dipelukan sang ibu.

Potret getir yang kini disadang Fachmi, putra pertama pasangan suami istri (pasutri) Adnan Kusairi (33) dan Sumarni (23), dirasakan sejak baru lahir Selasa (15/6/2010) lalu. Dia harus menahan sakit dikala buang air besar, lantaran tidak memiliki anus untuk mengeluarkan kotoran dari tubuhnya.

Dengan kondisi yang serba terbatas, Fachmi akhirnya dibawa ke rumah sakit Surabaya untuk menjalani operasi. Tepatnya, empat hari setelah Fachmi lahir di dunia. Sejumlah tetangga banyak yang prihatin melihat kondisi Fachmi. Apalagi ekonomi orang tuanya tergolong tidak mampu. Untuk kehidupan sehari-hari, keluarga Fachmi hanya mengandalkan dari ayahnya yang berprofesi sebagai kuli bangunan.

Ditemui di rumahnya, Sumarni awalnya tidak menyangka jika anaknya lahir tanpa anus. Namun, dengan besar hati, ia tidak punya pilihan lain harus membawa anaknya menjalani operasi di Surabaya meski dengan biaya yang tidak sedikit.

"Keluarga hutang kesana kemari. Alhamdulillah, hanya menghabiskan sekitar Rp 5 juta lebih. Ini belum termasuk biaya makan dan perjalanan ke Surabaya," kata Sumarni.

Usai menjalani operasi, Fachmi akhirnya memiliki lubang anus buatan yang terletak di perut sebalah kiri. Kendati begitu, derita Fachmi tidak cukup sampai disitu. Dari lubang anus buatan itu terus mengeluarkan darah ketika lem popok yang dijadikan pembalut anus buatan itu terlepas karena sudah basah.

"Popok yang dijadikan pembalut harganya Rp 6 ribu. Kami harus mengganti popok per harinya sebanyak 4 kali. Kadang, anak saya tetap menangis jika sudah mau buang air besar," ujarnya.

Tidak hanya disitu, keluarga juga sempat membawa Fachmi ke Surabaya untuk menjalani operasi lanjutan. Namun, hasilnya sia-sia. Pasalnya, tidak ada kamar di rumah sakit untuk Fachmi saat itu. "Jika tidak salah, saya 40 hari di Surabaya. Tapi tidak ada kamar. Ya kami pulang," kata Kakek Fachmi, Supa'at (51).

Dikatakan Supa'at, baru-baru ini, rumah sakit Surabaya menghubungi dirinya jika sudah ada kamar untuk merawat cucunya. Akan tetapi, hal itu sudah terlambat. Maklum, dirinya dan keluarganya sudah tidak punya biasa sepeserpun untuk berangkat ke Surabaya. "Mau gimana lagi, kami sudah tidak punya ongkos," pungkasnya.

Sumber : Inilah.com

Tidak ada komentar: