Liputan-Madura. Sumenep, Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tidak bisa melarang perusahaan garam untuk mengimpor garam meskipun saat ini harga garam impor naik tajam dari Rp 300 ribu perton menjadi Rp 850 perton.
"Garam impor tetap dibutuhkan karena stok garam lokal menipis akibat gagal panen tahun lalu," kata Kepala Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumenep, Taufik Budianto, Kamis 19 Mei 2011.
Apalagi, kata dia, tahun ini lahan pertanian garam rakyat di Sumenep kembali diprediksi gagal panen karena masih terjadi anomali cuaca yang menyebabkan musim kemarau basah. "Kita sudah koordinasi dengan BMKG, musim kemarau belum bisa diprediksi," ujarnya.
Menurut Budianto, BMKG memperkirakan musim kemarau tahun ini hanya berlangsung dua bulan, yaitu Juni dan Juli. Waktu dua bulan ini, lanjut dia, tidak akan cukup bagi petani untuk menggarap laham garam hingga panen. "Dengan pertimbangan inilah, impor garam tetap diperlukan. Realistis saja," terangnya.
Ketua Persatuan Petani Garam Rakyat Sumenep, Hasan Basri, mengaku keberatan dengan kebijakan impor garam dari India dan Belanda tersebut. Alasannya, bisa merusak harga garam lokal dan melanggar peraturan. "Dua bulan saat masuk musim tanam garam, impor garam dihentikan dulu. Itu aturannya," kata warga Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget ini.
Yang paling mengecewakan, ujar Hasan, saat petani garam sulit menggarap lahan untuk membuat garam akibat anomali cuaca, pemerintah justru sibuk mengimpor garam. "Mestinya pemerintah memikirkan solusi agar petani garam tetap bisa berproduksi," ungkapnya.
Hasan menambahkan, impor garam di Sumenep melanggar banyak ketentuan. Di antaranya ditemukannya impor garam halus dari India. "Impor garam halus dilarang, tapi ternyata diimpor juga," terangnya.
Menanggapi keluhan ini, Taufik Budianto membenarkan Impor garam halus dilarang. "Kami masih akan cek dulu. Ini pelanggaran. Garam yang boleh diimpor, garam biji yang baru dipanen," tegasnya
Sumber: Tempointeraktif.com
"Garam impor tetap dibutuhkan karena stok garam lokal menipis akibat gagal panen tahun lalu," kata Kepala Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumenep, Taufik Budianto, Kamis 19 Mei 2011.
Apalagi, kata dia, tahun ini lahan pertanian garam rakyat di Sumenep kembali diprediksi gagal panen karena masih terjadi anomali cuaca yang menyebabkan musim kemarau basah. "Kita sudah koordinasi dengan BMKG, musim kemarau belum bisa diprediksi," ujarnya.
Menurut Budianto, BMKG memperkirakan musim kemarau tahun ini hanya berlangsung dua bulan, yaitu Juni dan Juli. Waktu dua bulan ini, lanjut dia, tidak akan cukup bagi petani untuk menggarap laham garam hingga panen. "Dengan pertimbangan inilah, impor garam tetap diperlukan. Realistis saja," terangnya.
Ketua Persatuan Petani Garam Rakyat Sumenep, Hasan Basri, mengaku keberatan dengan kebijakan impor garam dari India dan Belanda tersebut. Alasannya, bisa merusak harga garam lokal dan melanggar peraturan. "Dua bulan saat masuk musim tanam garam, impor garam dihentikan dulu. Itu aturannya," kata warga Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget ini.
Yang paling mengecewakan, ujar Hasan, saat petani garam sulit menggarap lahan untuk membuat garam akibat anomali cuaca, pemerintah justru sibuk mengimpor garam. "Mestinya pemerintah memikirkan solusi agar petani garam tetap bisa berproduksi," ungkapnya.
Hasan menambahkan, impor garam di Sumenep melanggar banyak ketentuan. Di antaranya ditemukannya impor garam halus dari India. "Impor garam halus dilarang, tapi ternyata diimpor juga," terangnya.
Menanggapi keluhan ini, Taufik Budianto membenarkan Impor garam halus dilarang. "Kami masih akan cek dulu. Ini pelanggaran. Garam yang boleh diimpor, garam biji yang baru dipanen," tegasnya
Sumber: Tempointeraktif.com
1 komentar:
Posting Komentar