Liputan-Madura.BANGKALAN - Puluhan anggota Persatuan Pemuda Peduli Budaya dan Hukum (P3 Bakum) nglurug Mapolres Bangkalan siang kemarin (18/5). Massa yang datang sekitar pukul 11.00 itu berjalan dari arah Stadion Gelora Bangkalan menuju ke mapolres dengan tujuan bertemu dengan Kapolres Bangkalan AKBP Kasero Manggolo.
Mereka menyebarkan selebaran yang berisi sekitar 5 tuntutan. Di antaranya, penegakan supremasi hukum tanpa tebang pilih, menghormati kearifan lokal budaya Madura, dan penegakan hukum yang berdasar asas keadilan. Selain itu, menindak oknum penegak hukum yang hanya melaporkan dan memfasilitasi kepentingan kelompok elite serta menciptakan suasana aman dan nyaman bagi rakyat kecil dari intimidasi dan teror.
Demonstran juga menginginkan celurit yang merupakan senjata khas Madura dilepaskan dari UU Darurat No 12/1951 yang mengatur penggunaan dan kepemilikan senjata tajam. ’’Sesuatu upaya yang dilakukan untuk mengganggu dan merusak budaya Madura, khususnya Bangkalan, adalah suatu penghinaan dan kami siap mempertahankannya,’’ ujar Mat Talha, Korlap aksi.
Massa yang hendak masuk ke mapolres dihadang aparat kepolisian yang berjaga sejak aksi berlangsung. AKBP Kasero Manggolo akhirnya menemui para demonstran dan mengajak lima wakil pedemo berdiskusi di dalam kantor. ’’Sudah menjadi tradisi membawa celurit dalam setiap aktivitas masyarakat. Itu bukan sebuah tindakan melanggar hukum,’’ papar salah seorang orator.
Namun, pihak kepolisian menyatakan tidak bisa mengabulkan tuntutan massa terkait pelegalan celurit. ’’Jika senjata tajam dan celurit digunakan bukan pada kapasitasnya, itu melanggar hukum,’’ ujar Kasero. Selain itu, Kasero mengatakan bahwa demo yang dilakukan P3 Bakum adalah sesuatu yang tidak relevan. ’’Kenyataannya, 90 persen penganiayaan dilakukan karena kepemilikan sajam,’’ imbuhnya.
sumber:Radar jogja
Mereka menyebarkan selebaran yang berisi sekitar 5 tuntutan. Di antaranya, penegakan supremasi hukum tanpa tebang pilih, menghormati kearifan lokal budaya Madura, dan penegakan hukum yang berdasar asas keadilan. Selain itu, menindak oknum penegak hukum yang hanya melaporkan dan memfasilitasi kepentingan kelompok elite serta menciptakan suasana aman dan nyaman bagi rakyat kecil dari intimidasi dan teror.
Demonstran juga menginginkan celurit yang merupakan senjata khas Madura dilepaskan dari UU Darurat No 12/1951 yang mengatur penggunaan dan kepemilikan senjata tajam. ’’Sesuatu upaya yang dilakukan untuk mengganggu dan merusak budaya Madura, khususnya Bangkalan, adalah suatu penghinaan dan kami siap mempertahankannya,’’ ujar Mat Talha, Korlap aksi.
Massa yang hendak masuk ke mapolres dihadang aparat kepolisian yang berjaga sejak aksi berlangsung. AKBP Kasero Manggolo akhirnya menemui para demonstran dan mengajak lima wakil pedemo berdiskusi di dalam kantor. ’’Sudah menjadi tradisi membawa celurit dalam setiap aktivitas masyarakat. Itu bukan sebuah tindakan melanggar hukum,’’ papar salah seorang orator.
Namun, pihak kepolisian menyatakan tidak bisa mengabulkan tuntutan massa terkait pelegalan celurit. ’’Jika senjata tajam dan celurit digunakan bukan pada kapasitasnya, itu melanggar hukum,’’ ujar Kasero. Selain itu, Kasero mengatakan bahwa demo yang dilakukan P3 Bakum adalah sesuatu yang tidak relevan. ’’Kenyataannya, 90 persen penganiayaan dilakukan karena kepemilikan sajam,’’ imbuhnya.
sumber:Radar jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar